Latest News

Thursday, 19 June 2014

The Murder of Roger Ackroyd

 
The Murder of Roger Ackroyd

Andai pria eksentrik yang sudah pensiun dari profesinya itu tidak memilih kota kecil bernama King’s Abbot untuk melewatkan masa tuanya dengan bertanam labu, pasti pembunuhan itu takkan pernah terungkap.

Serangkaian peristiwa kematian telah terjadi di kota kecil King’s Abbot. Setelah Mr. Ferrars meninggal—banyak orang menduga ia diracuni istrinya—kini King’s Abbot tiba-tiba dikejutkan oleh kematian sang janda itu sendiri. Di rumah Dokter Sheppard terjadi pembicaraan seru akan penyebab kematian Nyonya Ferrars. Caroline, kakak perempuan Dokter Sheppard yang kerjaannya mengorek informasi—dan menyebarkannya secepat ia mendapatkannya—yakin bahwa Nyonya Ferrars bunuh diri karena menyesali perbuatannya. Benarkah demikian?

Selama ini desas-desus telah menyebar di kota bahwa Nyonya Ferrars adalah kekasih Roger Ackroyd, pria terkaya di kota yang memiliki rumah besar bernama Fernly Park. Kematian Nyonya Ferrars mengejutkan Ackroyd, maka ketika ia berjumpa dengan Dokter Sheppard sahabatnya, Ackroyd pun mengundang sang dokter untuk makan malam di rumahnya.

Sementara itu keluarga Sheppard memiliki hal lain yang patut diperdebatkan. Yaitu kedatangan tetangga baru misterius mereka di rumah sebelah. Seorang pria tua pensiunan dari—entah apa pekerjaannya—yang ingin menyendiri dari kebisingan dunia. Caroline yang jago mengorek rahasia orang pun menyerah kalah dan tak bisa menebak jati diri pria misterius yang sedang gemar bertanam labu itu.

Kembali ke Fernly Park, saat Dokter Sheppard datang untuk makan malam, kita pun diperkenalkan kepada tokoh-tokoh kisah ini. Ada Mrs. Ackroyd, ipar Roger Ackroyd yang menjanda; lalu Flora Ackroyd putrid semata wayangnya. Lalu para bawahan Ackroyd: Raymond sang sekretaris efisien, Mrs. Russel si pengurus rumah tangga, dan Parker si kepala pelayan. Dari luar keluarga, ada Hector Blunt—sahabat keluarga yang pendiam dan sedang menginap di sana. Sebenarnya Ackroyd memiliki seorang putra yang bandel dan sering terlibat kesulitan bernama Ralph Paton, yang saat itu sedang jauh dari rumah.

Malam itu merupakan malam terakhir Roger Ackroyd di dunia. Karena hanya beberapa saat setelah Dokter Sheppard tiba di rumah kembali, sebuah panggilan telepon masuk membawa berita bahwa Roger Ackroyd ditemukan telah meninggal dunia di ruang kerjanya. Pasti itu terjadi gara-gara surat yang diterimanya malam itu. Surat terakhir Nyonya Ferrars yang mungkin akan mengungkap jatidiri orang yang selama ini memerasnya. Pemerasan yang harus ia alami karena ada orang yang mengetahui bahwa ia telah meracuni suaminya. Pemerasan yang terlalu menekannya sehingga membuatnya mengambil keputusan untuk bunuh diri. Itulah sebabnya Roger Akroyd kini harus mati…

Polisi segera dipanggil, dan penyelidikan pun segera berlangsung. Namun Flora Ackroyd secara pribadi mengajak Dokter Sheppard untuk berkunjung ke rumah si tetangga misterius, yang ternyata tak lain dan tak bukan adalah Hercule Poirot yang sedang menjalani masa pensiunnya! Ya, M. Poirot sang detektif ternama yang telah membongkar banyak misteri pembunuhan itu ternyata tinggal di King’s Abbot. Dan gara-gara pembunuhan Roger Ackroyd, buyarlah rencananya untuk menyepi sambil bertanam sayuran.

Seperti biasanya Hercule Poirot langsung beraksi dengan keunikan-keunikannya—dibantu oleh sel-sel kecil kelabu otaknya yang sangat dibanggakan itu. Menggantikan posisi Hastings, sahabat yang dikasihi dan dirindukannya, ia menawarkan kesempatan kepada Dokter Sheppard untuk menyelidik bersama. Satu persatu petunjuk terkuak, dan tiap kali selalu menunjuk ke Ralph Paton sebagai pelakunya. Motif, kesempatan, dan kenyataan bahwa Ralph menghilang begitu saja begitu pembunuhan itu terjadi. Benarkah ia pelakunya? Atau seperti biasanya, si pelaku adalah orang yang paling tak mungkin sebagai pelakunya?

The Murder of Roger Ackroyd ini ditulis dalam bentuk sebuah catatan yang ditulis oleh Dokter Sheppard (mencontoh Hastings). Dengan demikian, kisah ini dituturkan dari sudut pandang orang pertama. Dengan piawainya Agatha menulis buku ini seolah memang ditulis oleh pribadi Dokter Sheppard. Seolah lewat kisah ini pula kita mengenal Dokter Sheppard secara personal. Yang jelas, ada perbedaan yang signifikan dengan gaya penulisan kasus Poirot yang dikisahkan oleh Hastings.

Sebenarnya ini adalah kali ketiga aku membaca buku ini. Waktu pertama membaca, aku baru bisa menduga-duga pelakunya pada bab terakhir. Dan memang, kasus ini adalah kasus yang paling tak terduga endingnya dari semua karya Agatha Christie yang pernah kubaca. Bahkan saat kedua dan ketiga aku membaca ulang, aku masih terkesima dengan kepiawaian Agatha untuk menyusupkan petunjuk-petunjuk mulai dari awal kisah. Seperti yang selalu dikatakan Poirot kepada Hastings maupun Dokter Sheppard, kita selalu disediakan semua petunjuk yang ada dari semula. Yang harus kita lakukan adalah tidak mempercayai suatu fakta sebelum terbukti kebenarannya. Dengan membersihkan otak (dan emosi) dari semua praduga, maka mungkin kita akan bisa menyelami pikiran Hercule Poirot dengan sel-sel kelabu kecil milik kita sendiri. Tapi…kalau kita telah tiba pada tahap itu, bukankah membaca novel misteri Agatha Christie akan menjadi membosankan? Aku pribadi lebih suka menikmati kisah-kisah ini apa adanya, apalagi Agatha selalu menyediakan studi psikologi yang menarik dari profil pembunuhnya, seperti juga si pembunuh Roger Ackroyd di kisah ini. Sangat menarik!

Pembunuhan Atas Roger Ackroyd—yang menjadi judul terjemahan buku ini—merupakan salah satu dari 3 karya terfavoritku dari Agatha Christie. Buku ini juga satu-satunya karya Agatha yang masuk ke dalam daftar 1001 books to read before you die. Lima bintang untuk buku ini!

Judul: The Murder of Roger Ackroyd
Judul terjemahan: Pembunuhan Atas Roger Ackroyd
Penulis: Agatha Christie
Penerjemah: Maria Regina
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Terbit: 1990
Tebal: 338 hlm

Tuesday, February 28, 2012

[A Classic Challenge] February #2: Dr. Sheppard

Untuk A Classic Challenge bulan Februari yang kedua, aku mengambil seorang tokoh dari buku The Murder of Roger Ackroyd by Agatha Christie (awas **SPOILER** Jangan teruskan membaca kalau anda belum membaca bukunya!) :


**Dokter Sheppard**

What phrases has the author used to introduce this character?

Inilah uniknya! The Murder of Roger Ackroyd ini ditulis seolah-olah sebagai catatan yang ditulis oleh Dokter Sheppard sendiri, maka tentu saja tak pernah ada perkenalan khusus terhadapnya. Kita hanya membaca terus, dan akhirnya tahu sepotong demi sepotong tentang dirinya. Dan setelah kupikirkan lagi, ternyata hingga tamat membaca, aku masih belum “kenal” sepenuhnya dengan Dokter Sheppard. Mungkin karena ia memang tak suka menonjolkan diri di dalam tulisannya, persisi seperti kata Hercule Poirot.


What are your first impressions of them?

Aku membayangkan Dokter Sheppard sebagai pria tua yang “lembek” dan tak berani melakukan hal-hal besar. Hal itu juga tersirat dari perkataan Caroline bahwa Dr. Sheppard selalu lemah dalam kepribadian. Juga dari fakta bahwa menurut Hercule Poirot, Dr. Sheppard selalu “sembunyi di balik layar” dalam catatan yang ditulisnya mengenai kasus pembunuhan Roger Akcroyd.


Find a portrait or photograph that closely embodies how you imagine them.


Sosok Dokter Sheppard dalam film


How has the character changed?

Meski awalnya aku mengira Dr. Sheppard tak berani melakukan hal-hal besar, tapi kenyataannya, ia justru sanggup membunuh dengan darah dingin.


Has your opinion of them altered?

Saat pertama membaca, aku memang menganggap Dr. Sheppard sebagai pengganti Hastings, yakni pendamping Poirot dalam menyelidiki suatu kasus, sekaligus menuliskannya sebagai (calon) buku. Tapi saat mengetahui endingnya, yah…tentu saja kini aku melihat Dr. Sheppard sebagai pembohong. Tapi kalau melihat bahwa ia memang berkepribadian lemah, sebenarnya tak heran juga bahwa ia akan jadi pemeras.


Are there aspects of their character you aspire to? or hope never to be?

Tak ada yang layak diteladan dari sosok Dokter Sheppard, justru aku berharap takkan pernah keinginan untuk membunuh melintas di pikiranku walau sedetikpun, seburuk apapun keadaanku. Selalu ada titik terang di ujung terowongan gelap!


What are their strengths and faults?

Kekuatannya? Hmm…harusnya keahlian Dokter Sheppard dalam mengutak-atik mesin digunakan untuk hal yang lebih berguna, ketimbang untuk menciptakan alat bantu pembunuhan…

Kelemahannya sangat jelas. Uang. Serakah. Itulah yang awalnya membuat ia melihat peluang untuk melakukan pemerasan. Lagipula sosok seperti Dokter Sheppard hanya focus pada diri sendiri, tak sekalipun ia memikirkan diri Ralph Paton yang hendak ia jadikan kambing hitam. Ia juga tak menyesali perbuatannya pada Nyonya Ferrars yang membuat si janda bunuh diri, atau pada Rober Ackroyd yang selama ini mempercayainya.


Do you find them believable? If not, how could they have been molded so?

Di dunia ini sangat banyak pribadi-pribadi lemah, tamak seperti Dokter Sheppard.


Would you want to meet them?

Tidak. Sama sekali tidak!

Monday, August 3, 2009

The Adventure of the Christmas Pudding

Membaca sinopsis novel ini sudah cukup untuk membuatku memutuskan tuk membeli buku ini. Kenapa? Apakah karena ceritanya yang tegang? Bukan! (kan aku belum baca?) Pertama-tama karena ada nama Hercule Poirot di sinopsis itu, dan kedua karena ada ‘pudding natal’. Alasan yang romantis ya? Entah kenapa, aku suka dengan novel-novel yang menceritakan dengan detail tentang makanan. Apalagi makanan ala Inggris, Perancis atau Italy. Masih ingat kan dengan Lima Sekawan? Aku paling suka dengan bagian ketika mereka akan piknik, dan dari rumah dibekali dengan makanan yang (kedengarannya) enak-enak itu. Membacanya saja sudah bikin aku ngiler.

Nah, ternyata aku tidak salah. Novel ini adalah kumpulan cerita misteri. Cerita utamanya berjudul Skandal Perjamuan Natal, dengan Hercule Poirot sebagai detektifnya. Settingnya adalah pas hari Natal, dengan perjamuan ala Inggris kuno dengan ayam isi, kalkun, dan pudding plum dengan saus kental yang dicampuri sedikit brandi. Tuh kan...bikin ngiler ga?

Aku jadi teringat pada perayaan Natal khas keluarga kami waktu aku kecil dulu. Sorry ya tante Agatha, cerita tante aku ulas belakangan, abis pengen share dulu kenangan indah masa kecilku pas Natal...

Waktu aku umur 10-12 tahunan, kondisi keuangan keluarga kami sudah mulai membaik, namun waktu itu kami belumlah serius menjalankan ibadah kami. Kami menganggap Natal sebagai sebuah pesta kecil keluarga yang harus dirayakan. Perayaan itu selalu jatuh pada malam Natal, yakni tgl. 24 Desember. Beberapa hari sebelumnya kami sudah mengeluarkan pohon Natal plastik beserta semua mainannya, lampu-lampunya dan hiasan lainnya. Jaman itu, belum ada pohon Natal yang langsung jadi, melainkan harus dirakit. Perakitan itu kami kerjakan bersama-sama, aku, mama dan papaku. Dari batangnya dulu, lalu menancapkan kelompok daun-daun cemaranya. Habis itu melilitkan lampunya, lalu menggantung mainan-mainannya, dan terakhir menancapkan bintang besar di puncak cemara. Setelah selesai, kami akan mencoba menyalakan lampu-lampu Natalnya untuk mengecek apakah ada bolam yang mati dsb. Pohon Natal itu lalu kami letakkan di meja sudut di ruang tamu kami.

Untuk hidangan malam Natal, mamaku biasanya memasak sendiri, dibantu oleh pembantu setia kami waktu itu. Sedang untuk kue Natal, kami memesan di toko kue. Kue Natal itu sangat khas, namanya Kerstkraans (dalam bahasa Belanda, artinya ‘lingkaran Natal’). Sesuai namanya, kuenya berbentuk seperti donat, bulat dengan lubang di tengah. Diameternya sekitar 24 cm. Tekstur kuenya agak kering, mirip dengan Sosisbroot (bener ga ya tulisannya?). Bedanya kalo sosisbroot diisi daging, Kerstkraans ini diisi kacang tanah dan almond yang digiling halus. Lalu bagian luar kuenya diberi lapisan gula dan ada taburan kismis dan manisan kulit jeruk. Enak sekali deh rasanya!

Biasanya tgl. 24 sore, setelah mandi kami langsung mengenakan baju bagus. Heran ya, pesta sendiri di rumah tapi pake baju bagus? Begitulah tradisi kami. Lalu ketika hari mulai gelap, sekitar jam 6 kami mulai menutup korden (biar ga diganggu tamu!), mematikan lampu ruang tamu, lalu memasang lampu pohon Natal. Wow...sampai sekarang pun aku paling suka ngeliat lampu-lampu kecil berwarna warni yang bergantian berkerlap-kerlip itu. Rasanya ada suasana yang damai dan ayem. Oh ya ada yang kelupaan. Biasanya sebelum hari H kami juga telah menyiapkan kado-kado. 2 buah kado untuk masing-masing orang, jadi total ada 6 kado, yang akan dibungkus kertas kado, lalu ditaruh di kaki pohon Natal. Tentu saja kado-kado itu bukan barang-barang yang mahal. Cuma kotak pensil buatku, atau sebuah buku buat papa, atau seperangkat cermin dan sisirnya untuk mama. Memang semuanya hanya untuk fun saja.

Nah, diiringi dengan lagu-lagu Natal yang syahdu dari kaset, kami mulai makan kue Natal (biasanya sudah kami potong-potong lalu disajikan di dua piring berbentuk daun). Lalu kami saling bertukaran kado, membuka kado, sambil ngobrol. Kadang-kadang papaku yang hobi fotografi, mengabadikan momen-momen ini dengan kameranya. Lalu ketika sudah pk 7, atau ketika kami sudah mulai lapar, kami akan pindah ke ruang makan. Hidangannya biasanya Sup Merah, disajikan di mangkuk-mangkuk kecil, lengkap dengan sepotong roti tawar untuk dicelupkan ke kuah sup. Saat-saat ini biasanya mamaku mengeluarkan perangkat makan spesial, hadiah perkawinannya dulu (hebat ya barang pecah belah jadul, tahan sampai bertahun-tahun). Kemudian disambung dengan satu hidangan utama. Favoritku adalah Spaghetti Bolognese (hidangan utama bisa berbeda-beda tiap tahun). Harus kuakui, resep Spaghetti milik mamaku ini yang paling top dibanding dengan milik restoran manapun!.

Setelah itu kami cuma ngobrol-ngobrol di ruang tamu lagi sambil terus mendengarkan lagu Natal (dan aku menonton lampu Natal sambil terus terpesona..). Setelah perut tidak terlalu kenyang, kami makan Longans kalengan yang diberi es batu. Hmmm...nikmat. Dan itulah perjamuan Natal ala keluarga kami. Memang tidak seru karena cuma bertiga, namun momen-momen itu begitu menggoreskan kenangan bagiku yang selalu kuingat sampai kapanpun.

Saat aku telah dewasa, dan ortuku mulai ‘bertobat’, kami lebih mementingkan malam Natal untuk mengikuti misa di gereja. Pohon Natal tetap ada, tapi yang langsung jadi dan ukurannya kecil. Tapi ritual itu sudah tak pernah kami lakukan lagi....

Nah, sekarang kembali pada Perjamuan Natal ala Inggris kuno, dimana Hercule Poirot diundang untuk melacak permata batu delima yang hilang, tentu saja di novelnya tante Agatha, bukan di rumahku yak! Anehnya sebelum perjamuan, Poirot mendapat peringatan untuk tidak makan pudding plum yang akan dihidangkan. Ada ritual yang unik dalam cerita ini yang berkaitan dengan hidangan khas Natal itu, pudding Natal. Dalam pudding akan disisipkan kancing baju, cincin dan uang logam. Kalo pas makan seseorang dapet kancing, berarti ia akan jadi perjaka seumur hidup (kebetulan yang dapet Poirot!! Cocok kan?), yang dapet cincin mungkin akan menikah ya? Yang tak disangka-sangka dan jelas tak ada dalam tradisi, si tuan rumah malah menggigit batu delima yang hilang itu.

Lebih seru lagi, beberapa anak muda di pesta itu ingin memberikan lelucon buat Poirot dengan sandiwara pembunuhan. Salah satu dari mereka pura-pura menggeletak jadi mayat, pake cat merah yang menyerupai darah dan ada jejak-jejak kaki juga di atas salju. Tentu saja Poirot takkan terkecoh, justru para anak muda itu yang gantian melongo ketika mendapati bahwa si ‘mayat’ benar-benar seperti sudah tak bernyawa! Pemecahannya ternyata simpel sekali, karena memang ini sebuah kisah misteri ringan. Tapi tetap saja menarik!

Yang jauh lebih menarik justru kisah kedua. Masih bertokoh-kan Hercule Poirot, kisah yang berjudul Misteri Peti Spanyol ini sangat menarik. Ada intrik cinta dan cemburu, dan pembunuhannya sendiri mirip sebuah seni. Seperti biasa khas Agatha, tak ada darah-darah atau ledakan yang sensasional. Hanya seonggok mayat yang ditemukan di sebuah peti besar di sebuah rumah. Padahal selama itu, ada lima orang lainnya yang sedang berpesta, minum-minum dan dansa-dansi di ruangan di mana peti itu berada. Padahal, si korban: Arnold Clayton juga diundang ke pesta itu, namun tak bisa datang.

Jika saja Poirot tidak tergelitik untuk memecahkan misteri kasus ini, sang tuan rumah: Mayor Rich atau pembantunya akan langsung dihukum karena pembunuhan. Habis, siapa lagi yang mungkin membunuh si korban dan memasukkannya ke dalam kotak? Namun..apa benar mereka melakukannya? Di sinilah kecerdikan Poirot akan diuji. Dan seperti biasanya juga, tante Agatha selalu membeberkan semua fakta dengan gamblang. Tinggal kitalah yang ditantang untuk beradu kepintaran dengan Poirot (atau dengan tante Agatha tepatnya?). Ah..aku menyerah deh! Mending menikmati saja kisah pembunuhan berseni ini.

Sebenarnya ada 4 kisah lagi dalam kumpulan cerita ini, selain 2 kisah utama itu. Hercule Poirot muncul di tiga kisah diantaranya, dan sebuah kisah - yang diibaratkan tante Agatha sebagai makanan pembuka pada sebuah jamuan Natal. Kisah ini, Greenshaws’ Folly, adalah satu-satunya kisah Miss Marple di kumpulan cerita ini. Tapi, untuk menutup postingku ini, aku hanya akan beberkan sebuah kisah yang menurutku cukup menarik dari judulnya: Buah Blackberry. Mungkin anda akan teringat pada gadget yang sekarang lagi beken, tapi sebenarnya aku mengharap ada cerita-cerita tentang makanan lagi. Hehehe...Dan ternyata memang benar.

Kali ini Poirot tergelitik pada kebiasaan seorang tua nyentrik yang suka makan di restoran yang sama selama 10 tahun. Harinya selalu Selasa dan Kamis, waktunya selalu setengah delapan malam. Menunya juga selalu sama. Info ini ia dapat ketika sedang makan ayam kalkun isi kenari (tuh..benar kan, makanannya mengundang selera?) bersama sahabatnya di resto yang sama. Si pelayan bingung, karena si tua pernah sekali ke resto itu pada hari Senin, dan memesan makanan yang tak biasa: sup tomat kental (padahal ia tak pernah pesan sup kental), dan juga kue tar buah blackberry, padahal tak pernah suka blackberry selama ini.

Sahabat Poirot, seperti mungkin banyak orang lain, akan menganggap enteng sesuatu yang di luar kebiasaan ini. Mungkin si tua sedang gundah, jadi tidak sadar akan apa yang dipesannya. Padahal menurut Poirot, orang yang sedang gundah justru akan secara otomatis melakukan sesuatu yang biasa ia lakukan, ia takkan ingin mencoba sesuatu yang baru. Masuk akal juga teori psikologis ini! Maka ketika si tua dikabarkan menginggal di rumahnya karena jatuh dari tangga, Poirot langsung curiga bahwa si tua dibunuh. Hebat kan? Mencurigai sebuah pembunuhan hanya karena kue tar blackberry? By the way, tahukah anda kalo buah blackberry itu membuat gigi menghitam? Satu lagi pelajaran dari tante Agatha kita yang tersayang. Bagi Poirot, itu salah satu cara menemukan pembunuh di kisah ini...

Akhirnya, kalo anda tertarik dengan buku ini, cepetan aja mencarinya karena kayaknya agak langka di toko buku. Ini rinciannya:

Judul buku: Skandal perjamuan Natal (The Adventure of Christmas Pudding)
Pengarang: Agatha Christie
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama, 2007
Halaman: 352
Harga: Rp 31.875,- (setelah diskon 15% - bukabuku.com)

Source : http://klasikfanda.blogspot.com/search/label/Agatha%20Christie


No comments:

Post a Comment